Welcome to my blog :)

rss

Jumat, 28 Mei 2010

Cerita Humor tentang pernikahan .... :))



Berikut kisah2 humor yang disadur dapet dari milis jadi gak bisa memastikan sanadnya apakah shahih....tapi setidaknya bisa jadi wawasan aja.... Dan semoga terhibur ketika membacanya :))


1. Taaruf Unik
Seorang ikhwan yang kuliah di semester akhir berazzam untuk menyempurnakan separuh dien-nya. Sebagaimana biasa, beliau pun menghubungi ustadnya dan memulai proses dari awal sampai akhirnya tiba saatnya untuk taaruf, yaitu dipertemukan dengan calonnya. Tibalah hari dan jam yang telah ditentukan, dengan semangat seorang aktivis, beliau datang tepat waktu di sebuah tempat yang telah di janjikan ustad. Taaruf pun dimulai, sang akhi duduk disebelah murobby, sementara agak jauh di depannya sang akhwat di temani murobbiyahnya dengan posisi duduk menyamping menjauhi sudut pandangan si ikhwan. Setelah sekian lama berlalu tak ada pembicaraan, sang murobby berbisik pelan pada mad'unya yang malu-malu ini,
" Gimana akhi, sudah lihat akhwatnya belum, sudah mantap apa belum .?"
" Sudah Ustad, saya mantap sekali ustad, akhwatnya yang sebelah kiri itu
khan ? "Murobbynya kaget, wajahnya berubah agak kemerahan. " Eh..gimana
antum ! yang itu istri saya !"


2. Kriteria
Seorang Akhi muda yang baru lulus S-2 di luar negri ditanya oleh ustadnya mengenai kriteria akhwat yang diinginkannya. Maka dengan segala idealisme sebagai seorang Ikhwan, mulailah ia mencari-cari kriteria dan menuliskan hampir lebih dari sepuluh kriteria, kemudian menyerahkan pada ustadnya tersebut. Kriterianya sangat bermacam-macam dan agak mengada-ada. Dari yang pertama dia harus seorang akhwat, cantik, pendidikan tinggi, Suku Sunda, berkacamata, lulus dengan cumlaude, hafal sekian juz. dan demikian seterusnya. Setelah diproses oleh sang ustad, akhirnya ia diberitahu bahwa tidak ada akhwat yang bisa sesuai dengan 10 syarat tesebut. Kemudian sang Ikhwan mengurangi kriterianya menjadi 9, setelah diproses sekian minggu ternyata hasilnya nihil. Kemudian sang ikhwan mengurangi satu lagi dari kriterianya menjadi delapan. Dan setelah ditunggu sekian lama hasilnya tetap nihil karena terlau ideal kata ustadnya. Dan demikian seterusnya setiap kali gagal sang ikhwan mengurangi satu kriteria. Sampai setelah lewat lebih dari dua tahun sang Ikhwan akhirnya menemukan pasangan hidupnya.Tapi itupun setelah kriterianya tinggal satu !


3. Poligami
Seorang Akhi baru saja melangsungkan pernikahan dakwahnya dengan seorang akhwat yang sama-sama berjiwa aktivis pula. Minggu-minggu awal pun dilalui dengan penuh ceria, Qiyamul-lail berjamaah, baca Al-Ma'tsurat sama-sama, tabligh akbar bersama bahkan sampai demo dan longmarch pun dilakukan sama-sama. Suatu ketika setelah pulang dari suatu acara seminar bertemakan Poligami, pasangan ini terlibat dalam pembicaraan serius,
" Bagaimana Mi, pendapat Ummi tentang poligami secara umum "
" Abi, secara umum poligami tidak ada nilai buruknya sebagaimana yang
digemborkan banyak orang, bahkan itu merupakan solusi satu-satunya lho."
" solusi bagaimana maksud Ummi ?"
" Maksudnya, coba deh abi lihat, berapa perbandingan jumlah ikhwan dan
akhwat, di Jakarta aja lebih dari 1 : 7, kalau semuanya dapat satu-satu,
maka bagaimana nasib yang tiga lainnya ? "
" Kalo Ummi sudah paham, bagaimana kalo kita yang memulai ?"
" Maksud Abi bagaimana ? "
" Abi mau poligami, tapi yang cariin calonnya ummi saja ya."
" Apaa..! abi mau poligami ? "
" Ya dong, khan Ummi sendiri yang bilang tadi, ingat ini juga sunnah Nabi
Muhammad SAW lho.."
" Wah ! kalo begitu abi salah menafsirkan Siroh Nabawiyah, khan Rasul
berpoligami setelah istri pertamanya Kahdijah ra, meninggal.
Nah ! Jadi abi boleh menikah poligami sampai empat pun boleh, asal setelah
Ummi, istri pertama Abi ini, meninggal, OK ?"
" Ini pasti Murobbiyah ya yang ngajari..?"
Sang istri tersenyum manja penuh kemenangan


4. Mendukung Poligami
Suatu ketika di sebuah resepsi pernikahan aktivis dakwah. Sebagaimana biasa, kedua mempelai belum banyak mengenal pribadi masing- masing pasangannya. Hal inilah yg kemudian menjadi incaran sang pembawa acara untuk dijadikan bahan 'game' sebagai hiburan bagi para hadirin. Tentu saja ini tidak sekedar game yang kosong tanpa makna, namun juga mengandung pesan dakwah kepada parahadirin. Sang mempelai pria duduk tenang di singgasananya sendirian. Dan agak jauh dibalik hijab disampingnya duduklah pasangan putrinya. Akhi pembawa acara mulai mengomando jalannya game tersebut. Aturannya, sang mempelai putra akan ditanya tentang sesuatu dan jika jawaban tersebut benar menurut mempelai putri, maka sang mempelai putri akan menabuh gendang satu kali. Dan gendang akan ditabuh dua kali jika jawaban dianggap salah. Tentu saja hal ini ditujukan untuk menguji sejauh mana kekompakan kedua mempelai. Beberapa pertanyaan diajukan, dan jawaban dari mempelai pria selalu dibenarkan oleh pasangannya, Sampai suatu ketika pembawa acara memberi pertanyaan yg berbunyi :
" Apa pendapat istri anda tentang sunah Rasulullah yg bernama poligami,
mendukung atau menentang ?" Sang mempelai pria pun dengan mantap dan tenang menjawab, " mendukung !" Tidak ada jawaban dari pihak mempelai putri. Yang ada malahan sedikit keributan di barisan hadirin putri. Namun alhamdulillah beberapa saat kemudian terdengarlah tabuhan gendang sebanyak satu kali pertanda mempelai
putri pun setuju dan mendukung poligami. Para hadirin yg kebanyakan para ikhwah pun lega dan bertakbir dengan mantap. Sesampainya di rumah, seolah tak percaya sang suami pun menanyakan kembali tentang dukungan istrinya tadi,
" Bener nih mi, mendukung poligami ?"
" wah, abi kurang yakin ya..? poligami sebagai sunah Rasul jelas harus kita dukung bi, tapi kalo abi yg mau poligami, itu jelas urusan lain bi.., enggak rela lah ! ". Sang istripun tersenyum manja penuh kemenangan.


5. Masih mau Sekolah (menurutku ini yang paling lucu...hahaha)
Seorang ikhwan yang baru saja menyelesaikan studi S1 nya menghubungi sang Murobby. Apalagi kalau bukan untuk meminta sang ustad mencarikan jodoh terbaik baginya. Tentu saja sang akhi ini tidak sekedar ingin menikah, tapi juga siap menikah. Lho, apa bedanya ?. Ingin menikah bagi seorang akhi cenderung bersifat objektif. Artinya ia menginginkan atau menuntut seorang akhwat -yang akan menjadi istrinya nanti- untuk tampil dengan performance dan sifat yang terbaik, menurutnya. Bisa
jadi ia ingin seorang akhwat yang harus cantik, tinggi, pintar masak, cerdas, penyabar dan lain sebagainya. Atau bisa jadi ia menginginkan yang lebih spesifik misalnya seorang dokter, dosen, hafidzah, atau mungkin yang berasal dari suku tertentu. Lebih parah lagi jika 'ingin menikah' di sini berarti : ingin menikahi ukhti A, B atau C. Yang jenis ini bukan berarti tidak boleh. Hanya saja, kurang elegan. Lalu bagaimana dengan siap menikah ?. Siap menikah bagi seorang akhi berarti kesiapan dari sisi subjektif dirinya. Artinya, ia akan mengukur kemampuan dirinya untuk memimpin rumahtangga, tanpa banyak terpengaruh faktor siapa yang akan mendampinginya. Dengan bahasa lain, dia punya kesimpulan : " yang penting ana harus siap dan baik dulu, siapapun istri ana dan bagaimanapun dia, toh ana juga yang harus membimbingnya ". Yang jenis ini lebih elegan. Artinya siap mental dalam menikah. Nah kembali ke cerita sang akhi yang selain ingin, juga siap untuk menikah. Sang murobby yang dikonfirmasi pun menyambut permintaan ini dengan semangat.
Betapa tidak ? bukankah menjodohkan adalah sebuah amalan mulia. Apalagi yang
dijodohkan adalah ikhwan dan akhwat yang masing-masing mempunyai misi dan
visi untuk dakwah? Maka dimulailah proyek perjodohan yang indah dan terjaga oleh sang Murobby. Dari mulai tukar biodata sampai ta'aruf belum terlihat ada masalah. Namun ketika sang murobby mengkonfirmasi kesediaan sang akhwat, ternyata sang
akhwat menolak. Entah sang akhwat punya alasan apa, yang jelas ia hanya bisa beralasan pada sang murrobby :" Afwan ustad, saya masih mau melanjutkan sekolah dulu.." Terpukul hati sang akhi mendengar jawaban sang akhwat. Pikirnya dalam hati,
mengapa kalau masih mau sekolah ia bersedia memberikan biodatanya dan bahkan
sampai proses taaruf ? Sang murrobby pun merasakan hal yang sama. Ada apa gerangan di balik penolakan ini ?. Sang Akhi beritikad baik untuk tetap menikah. Sang murrobby pun kembali dengan senang hati membantu sang akhi. Dilalui proses dari awal sebagaimana yang pertama tadi. Namun sayang seribu sayang. Kasus penolakan yang pertama kembali terulang. Masih dengan alasan yang sama : sang akhwat masih mau melanjutkan sekolah. Pusing kembali melanda sang akhi kita ini. Dicobanya sekian kali untuk berinstropeksi: Adakah yang salah dalam biodatanya ? Atau ada kesalahan kah saat taaruf kemarin ? Ah , rasa-rasanya semuanya begitu lancar, tak ada masalah. Atau masalah penampilan fisik ?. Ah, benarkah itu masih menjadi kriteria yang prinsip di jaman ini ? . Sang akhi bingung, ia benar-benar belum
menemukan jawaban yang tepat atas kasus penolakan dirinya. Sang murroby tampaknya ikut merasa bertanggung jawab dengan penolakan tersebut. Mungkin karena merasa kasihan dengan dua kali penolakan tersebut, sang murrobby pun berinisiatif untuk ambil langkah yang lain. Kebetulan ia mempunyai adik perempuan yang juga seorang akhwat. Maka setelah mengadakan briefing yang intensif terhadap sang adik, dimulailah proses perjodohan keduanya. Biodata adik sang murroby pun berpindah ke tangan sang akhi ini. Dengan seksama di baca semua point di dalamnya. Tidak lupa dua lembar foto ukuran post card juga diperhatikan agak lama. Sang Murobby yang juga kakak sang akhwat terburu-buru untuk menanyakan kesediaan sang akhi untuk meneruskan proses. " Gimana akhi, antum bersedia melanjutkan proses ini kan ? " Sang akhi bingung bukan kepalang. Ada perasaan kurang sreg dalam dadanya. Lebih-lebih saat melihat dua lembar foto sang akhwat. Diulang-ulang kembali, sama saja. Ada rasa kurang berkenan yang muncul terus menerus dan
mengganggu. " Gimana Akhi, sudah siap untuk meneruskan prosesnya ? "
Pertanyaan sang murobby menambah kegalauannya. Keringat dingin mulai menetes
dari dahinya. Ia menunduk agak lama. Sang akhi merenung sejenak, berinstropeksi. Sejurus kemudian ia mulai mengangkat kepala. Tersenyum. Baru sekarang ia tahu alasan mengapa dua akhwat yang terdahulu menolak dirinya: kriteria fisik !! Kriteria fisik , kedengarannya memang lucu. Tapi ternyata ia selalu menjadi begitu
kontemporer. Selalu saja ada di mana saja dan kapan saja. " Gimana akhi, bisa di jawab sekarang ?? " Dengan sedikit berdehem, sang akhi menjawab,
" Afwan Ustad, setelah saya pikir-pikir, nampaknya saya " masih mau
melanjutkan sekolah " saja ustad ... " Lemes tubuh sang murrobby. Namun ia pun tak bisa berbuat apa-apa. Dalam hati ia berkata : Dasar aktifis jaman kini, masih teguh mempertahankan kriteria fisik !!!. Andakah salah satunya ?


(sumber : milist)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar